Apabila seorang wanita mengalami junub kemudian
sebelum mandi datang haidh maka dia tidak berkewajiban mandi janabah,
dan boleh mengakhirkannya sampai berhenti dari haidhnya, karena wanita
haidh tidak mengerjakan shalat sehingga tidak wajib baginya segera
bersuci dari hadats besar.
Berkata Imam Asy-Syafi'iy rahimahullahu ta'aalaa:
إذا
أصابت المرأة جنابة ثم حاضت قبل أن تغتسل من الجنابة لم يكن عليها غسل
الجنابة وهي حائض، لأنها إنما تغتسل فتطهر بالغسل وهي لا تطهر بالغسل من
الجنابة وهي حائض، فإذا ذهب الحيض عنها أجزأها غسل واحد، وكذلك لو احتلمت
وهي حائض أجزأها غسل واحد، لذلك كله ولم يكن عليها غسل، وإن كثر احتلامها
حتى تطهر من الحيض فتغتسل غسلاً واحداً
"Apabila seorang wanita
mengalami junub kemudian datang haidh sebelum mandi janabah maka dia
tidak wajib mandi janabah sedangkan dia dalam keadaan haidh, karena dia
mandi tujuannya adalah supaya suci, sedangkan wanita yang sedang haidh
tidak akan suci dengan mandi karena junub. Maka apabila haidh sudah
pergi cukup baginya mandi sekali. Demikian pula apabila mimpi basah
sedangkan dia dalam keadaan haidh, cukup baginya mandi sekali untuk
semuanya, tidak wajib atasnya mandi meskipun banyak mimpi basah sampai
dia suci dari haidh kemudian mandi sekali"(Al-Umm 2/95)
Ibnu Qudamah Al-Hanbaly rahimahullahu ta'aalaa juga berkata :
إذَا
كَانَ عَلَى الْحَائِضِ جَنَابَةٌ ، فَلَيْسَ عَلَيْهَا أَنْ تَغْتَسِلَ
حَتَّى يَنْقَطِعَ حَيْضُهَا، نَصَّ عَلَيْهِ أَحْمَدُ ، وَهُوَ قَوْلُ
إِسْحَاقَ ؛ وَذَلِكَ لِأَنَّ الْغُسْلَ لَا يُفِيدُ شَيْئًا مِنْ
الْأَحْكَامِ ، فَإِنْ اغْتَسَلَتْ لِلْجَنَابَةِ فِي زَمَنِ حَيْضِهَا ،
صَحَّ غُسْلُهَا ، وَزَالَ حُكْمُ الْجَنَابَةِ، نَصَّ عَلَيْهِ أَحْمَدُ ،
وَقَالَ : تَزُولُ الْجَنَابَةَ ، وَالْحَيْضُ لَا يَزُولُ حَتَّى
يَنْقَطِعَ الدَّمُ
"Apabila seorang wanita yang sedang haidh
mengalami junub maka dia tidak wajib mandi sampai terhenti haidhnya, ini
adalah nash Ahmad dan perkataan Ishaq, yang demikian karena mandinya
tidak berfaidah (berpengaruh) dalam hukum, apabila dia mandi karena
junub ketika haidh maka sah mandinya dan terangkatlah junubnya, ini yang
dinashkan oleh Ahmad, beliau berkata: Terangkat junubnya, adapun haidh
maka tidak terangkat sehingga terhenti darahnya " (Al-Mughny 1/278)
Berkata Burhanuddin bin Maazah Al-Hanafy (wafat tahun 616 H) rahimahullahu:
وإذا
أجنبت المرأة ثم أدركها الحيض فهي بالخيار إن شاءت اغتسلت؛ لأن فيه زيادة
تنظيف وإزالة أحد الحدثين، وإن شاءت أخرت الاغتسال حتى تطهر؛ لأن الاغتسال
للتطهير حتى تتمكن من أداء الصلاة، ألا ترى أن الجنب إذا أخر الاغتسال إلى
وقت الصلاة لا يأثم، دل أن المقصود من الطهارة الصلاة، ومن لا يتمكن من
الصلاة، فكان لها أن لا تغتسل.
"Dan apabila seorang wanita mengalami
junub kemudian datang haidh maka dia diberi pilihan, bila dia mau
silakan mandi, karena itu lebih bersih dan menghilangkan salah satu
hadats, dan kalau mau maka silakan mengakhirkan mandi sampai suci dari
haidh, karena mandi adalah bersuci untuk menunaikan ibadah shalat.
Bukankan orang yang junub tidak berdosa apabila mengakhirkan mandi
sampai masuk waktu shalat, ini menunjukkan bahwa maksud dari bersuci
adalah untuk shalat. Dengan demikian barangsiapa yang belum bisa
mengerjakan shalat maka boleh baginya untuk tidak mandi " (Al-Muhiith
Al-Burhany 1/79)
Apabila dia ingin membaca Al-Quran maka wajib
atasnya mandi untuk menghilangkan junubnya karena orang yang junub
dilarang membaca Al-Quran. Lihat pembahasan masalah hukum wanita haidh
membaca Al-Quran .
Kamis, 30 Desember 2010
Haid pada Wanita dalam Keadaan Junub
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar