" Terkagum Pada Dunia "
Bismillahir rohmaani rohiim...
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh ..
Segala
puji bagi Allah yang telah menurunkan kalam-Nya, Al Qur’an sebagai
penyejuk hati. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga,
sahabatnya serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga
akhir zaman..Amma Ba'du ..
Sungguh diri ini kadang terkagum-kagum dengan dunia. Begitu terpesona sampai lupa daratan.
Dunia
pun dikejar-kejar tanpa pernah merasa puas. Sifat qona’ah, merasa cukup
dengan setiap nikmat rizki pun jarang dimiliki. Demikianlah watak
manusia. Inilah yang terjadi pada banyak orang, termasuk pula pada diri
kami.
Dalam kesempatan kali ini, ada ayat yang patut jadi
renungan. Semoga bisa menyejukkan hati. Hati yang terkagum-kagum pada
dunia, semoga bisa tersadarkan diri. Ayat tersebut adalah firman Allah
Ta’ala,
اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ
وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ
وَالْأَوْلَادِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ
يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا وَفِي الْآَخِرَةِ
عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ وَمَا الْحَيَاةُ
الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ (20)
“Ketahuilah, bahwa
sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang
melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta
berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang
tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi
kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di
akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta
keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan
yang menipu.” (QS. Al Hadid: 20)<br /><br />Beberapa faedah yang bisa kita gali dari ayat di atas:<br /><br /> Faedah pertama<br /><br />Dunia ini hanyalah permainan dan sesuatu yang melalaikan. Karenanya Allah firmankan,<br /><br />اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ<br />“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan”<br /><br />Hal ini sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam ayat lainnya,<br /><br />زُيِّنَ
لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ
وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ
الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ
الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآَبِ<br /><br />“Dijadikan indah
pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu:
wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda
pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan
hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).”
(QS. Ali Imron: 14) <br /><br />Demikianlah Allah menyebutnya dalam rangka menyatakan bahwa dunia itu rendah.<br /><br />Yang
dimaksudkan dunia itu “la’ib” (permainan), adalah sesuatu yang batil.
Sedangkan yang dimaksud “lahwu” (melalaikan), adalah segala sesuatu yang
melalaikan dan pasti akan lenyap.[1]<br /><br />Syaikh As Sa’di
rahimahullah mengatakan, ”Dalam ayat ini, Allah Ta’ala menceritakan
mengenai bagaimanakah hakikat dunia yang sebenarnya. Diterangkan pula
bagaimanakah berbagai tujuan dunia serta semangat manusia untuk
menggapainya. Sungguh dunia ini benar-benar hanyalah mainan dan
melalaikan.<br /><br />Badan jadi dibuat kepayahan dan hati pun dibuat
lalai. Inilah realitas yang ada pada pengagung dunia. Lihat saja
bagaimana pengagum dunia menghabiskan waktu dan umur mereka dalam hati
yang penuh kelalaian, lalai dari dzikir pada Allah, juga lalai dari
berbagai ancaman dan peringatan Allah. <br /><br />Lantas lihatlah mereka
ketika mereka menjadikan agama sebagai candaan dan kesia-siaan. Hal ini
jauh berbeda dengan orang yang sadar akan dunia akhirat (yang pasti ia
jumpai). Hati mereka akan senantiasa rindu berdzikir pada Allah,
mengenal dan mencintai-Nya. Orang yang memperhatikan akhirat benar-benar
akan beramal untuk mendekatkan diri mereka pada Allah.”[2]<br /><br /> Faedah kedua<br /><br />Dunia ini hanyalah perhiasan. Allah Ta’ala berfirman,<br /><br />اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ<br /><br />“Ketahuilah,
bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu
yang melalaikan, perhiasan” Perhiasan yang dimaksud adalah pakaian,
makanan, minuman, kendaraan, rumah, istana dan kedudukan. [3]<br /><br /> Faedah ketiga<br /><br />Dunia
jadi ajang berbangga di antara manusia, sibuk dengan memperbanyak harta
dan begitu bangga dengan anak. Itulah yang Allah subhanahu wa ta’ala
firmankan,<br /><br />وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ<br /><br />“dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak”.<br /><br />Syaikh
As Sa’di rahimahullah menerangkan, “Setiap pengagum dunia begitu saling
berbangga satu dan lainnya. Inilah yang sering kita lihat. Mereka
sangat ingin sekali tersohor dalam hal itu dari yang lainnya.”[4]<br /><br />Beliau
menjelaskan lagi, “Setiap pengagum dunia akan selalu berbangga dengan
banyaknya harta dan anak dari yang lainnya. Ini suatu realitas pada
pengagum dunia.”[5]<br /><br /> Lalu bagaimanakah sikap yang benar?<br />Syaikh
As Sa’di rahimahullah menjelaskan kembali, “Hal ini berbeda dengan
orang yang mengenal dunia dan hakikatnya. Ia hanya menjadikan dunia
sebagai tempat berlalu, bukan negeri yang ia menetap selamanya. <br /><br />Dunia
hanya dijadikan negeri sebagai ajang untuk saling berlomba mendekatkan
diri pada Allah. Dunia hanya jadi sarana untuk sampai pada Allah. Jika
ia melihat orang yang begitu bangga dan saling berlomba dalam harta dan
anak, ia balas dengan berlomba (terdepan) dalam amalan sholih.”[6]<br /><br />Kalimat terakhir yang dikatakan oleh Syaikh As Sa’di di atas hampir sama dengan ucapan Al Hasan Al Bashri:<br /><br />إذا رأيت الرجل ينافسك في الدنيا فنافسه في الآخرة<br /><br />“Apabila engkau melihat seseorang mengunggulimu dalam hal dunia, maka unggulilah dia dalam hal akhirat.”[7]<br /><br /> Faedah keempat<br /><br />Dalam ayat ini Allah Ta’ala berfirman,<br /><br />كَمَثَلِ غَيْثٍ<br />“seperti
hujan”. Ghoits adalah hujan yang datang setelah sebelumnya manusia
berputus asa dari turunnya[8]. Ghoits inilah yang disebutkan dalam
firman Allah,<br /><br />وَهُوَ الَّذِي يُنزلُ الْغَيْثَ مِنْ بَعْدِ مَا قَنَطُوا [وَيَنْشُرُ رَحْمَتَهُ]<br /><br />“Dan
Dialah yang menurunkan hujan sesudah mereka berputus asa dan
menyebarkan rahmat-Nya. Dan Dialah yang Maha pelindung lagi Maha
Terpuji.” (QS. Asy Syura: 28). Ghoits inilah hujan yang membuat manusia
terkagum-kagum karena sudah begitu lama tak kunjung turun.<br /><br /> Faedah kelima<br /><br />Orang
yang terkagum pada dunia dimisalkan dengan orang yang terkagum
padaghoits. Ghoits adalah hujan yang begitu lama dinantikan, sehingga
jika hujan tersebut turun, maka orang pun akan terkagum-kagum, merasa
takjub. Demikianlah sifat pengagum dunia. Allah Ta’ala berfirman,<br /><br />كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ<br />“seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani.”<br /><br />Lihatlah
bagaimana tanaman yang tumbuh dari hujan tersebut begitu dikagumi.
Demikianlah orang kafir yang mengagumi dunia. Mereka begitu tamak pada
dunia dan begitu condong padanya.[9]<br /><br /> Faedah keenam<br /><br />Allah Ta’ala menjelaskan bagaimanakah sifat dunia.<br />Bagaimanakah keadaan harta dan kemewahan dunia lainnya.<br /><br />Allah Ta’ala berfirman,<br /><br />ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا<br /><br />“kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur”<br /><br />Allah
Ta’ala menjelaskan bahwa nikmat dunia hanyalah nikmat dan perhiasan
sementara yang akan sirna. Allah Ta’ala mensifatinya dengan tanaman yang
terlihat kuning, padahal sebelumnya berwarna hijau nan ceria. Tanaman
tersebut akhirnya pun hancur kering. Begitulah pula kehidupan dunia.
Awalnya berada di masa muda, kemudian beranjak dewasa, lalu dalam
keadaan lemah di usia senja.<br /><br />Manusia di masa mudanya begitu enak
dipandang dan ia dalam kondisi fisik yang kuat. Kemudian ia pun beranjak
dewasa dan berubahlah kondisi fisiknya. Lalu ia beranjak ke usia tua
senja, ketika itu dalam keadaan lemah dan sulit untuk bergerak
sebagaimana mudanya. <br /><br />Sebagaimana hal ini dijelaskan dalam firman Allah Ta’ala,<br /><br />اللَّهُ
الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً
ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفًا وَشَيْبَةً يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ
وَهُوَ الْعَلِيمُ الْقَدِيرُ<br /><br />“Allah, Dialah yang menciptakan
kamu dari Keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan
lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu
lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya
dan Dialah yang Maha mengetahui lagi Maha Kuasa.” (QS. Ar Ruum: 54)[10]<br /><br /> Faedah ketujuh<br /><br />Ayat
di atas menunjukkan bahwa dunia pasti akan sirna. Akhirnya dunia adalah
suatu keniscayaan. Akhirat suatu hal yang pasti akan kita temui, tanpa
diragukan lagi. Oleh karena itu, Allah Ta’ala menceritakan ancaman di
akhirat dan juga memotivasi untuk meraih kebaikan di negeri yang kekal
abadi.<br /><br />Allah Ta’ala berfirman,<br /><br />وَفِي الآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ<br /><br />“Dan
di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta
keridhaan-Nya.” Di akhirat cuma ada dua kemungkinan, yaitu mendapatkan
siksa ataukah mendapatkan ampunan dari Allah dan meraih
keridhoaan-Nya.[11]<br /><br /> Faedah kedelapan<br /><br />Dalam ayat ini
kita diperintahkan untuk zuhud pada dunia dan lebih mementingkan
akhirat[12]. Karena sungguh, kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah
kesenangan yang menipu.<br /><br />Allah Ta’ala berfirman,<br /><br />وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلا مَتَاعُ الْغُرُورِ<br /><br />“Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu”.<br /><br />Disebutkan dalam sebuah hadits, dari Sahl bin Sa’ad As Sa’idi, Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,<br /><br />مَوْضِعُ سَوْطٍ فِى الْجَنَّةِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا<br /><br />“Satu bagian kecil nikmat di surga lebih baik dari dunia dan seisinya.”[13]<br /><br />Sungguh,
nikmat dunia dibanding dengan nikmat akhirat amat jauh sekali. Namun
kenapa kita lebih mengharap dunia dari akhirat? Mengapa kita lebih
mengharap ridho manusia daripada ridho Allah?<br /><br />Alhamdulillah,
rampung sudah faedah berharga dari surat Al Hadiid ayat 20. Betapa
indahnya jika bisa merenungkan ayat Al Qur’an di bulan suci ini.<br /><br />Ayat
ini adalah sebagai renungan bagi penulis sendiri agar jangan terlalu
kagum dengan kehidupan dunia. Akhirat menunggumu di depan. Dunia dengan
pasti akan engkau tinggalkan. Dunia hanyalah sebagai tempat untuk
mengumpulkan bekal, yaitu mengumpulkan berbagai bekal dengan amalan
menuju negeri kekal abadi di akhirat kelak. Jadi janganlah engkau sangka
bahwa dunia ini adalah negeri yang akan engkau kekal abadi di
dalamnya..Wallahi Taufiq<br /><br />Semoga Allah memudahkan hamba yang faqir
ini meraih surga-Nya, negeri yang kekal abadi penuh dengan berbagai
nikmat-Nya...Semoga bermanfaat untuk kita semua ... Amiin Ya Rabbul
'alamiin<br /><br />سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ،لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْك<br />______________________________<wbr></wbr><span class=" word_break="">________________________________
[1] Fathul Qodir, Muhammad bin ‘Ali Asy Syaukani, Mawqi’ At Tafasir, 7/156.
[2] Taisir Al Karimir Rahman, Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, Muassasah Ar Risalah, cetakan pertama, 1423 H, hal. 841.
[3-4-5-6] Lihat Idem
[7] Latho-if Al Ma’arif, Ibnu Rajab Al Hambali, Al Maktab Al Islami, cetakan pertama, 1428 H, hal. 428
[8] Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 13/428.
[9-10-11] Lihat Idem
[12] Taisir Al Karimir Rahman, hal. 841.
[13] (HR.Bukhori no 3250)
ARSIP :
http://fadhilatulas-salamperindusyuhada.blogspot.com/2011/02/bismillahir-rohmaani-rohiim.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar